Senin, 17 Desember 2012

2

Adam dan Hawa


“memangnya mabuk-mabukan hanya untuk pria? Mengapa pria selalu berpikir wanita itu lemah, mereka selalu merasa lebih kuat. Lebih pintar, hingga bisa membodohi wanita.” Entah mengapa Jody jadi begitu marah, ia sendiri juga tidak tahu. mungkin pengaruh alkohol, dan hatinya yang hancur. “wow. Sabar nona, saya hanya berbicara.” Wajah pria itu jadi agak kikuk. Mereka berdua merasa linglung. Terutama Jody, ia jadi merasa tidak enak. “kau tahu kan, alkohol.” Jody megangkat gelas kosongnya. Pria itu tersenyum, “baiklah, salahkan alkohol.” “nama saya Sam.” “Jody”. Mereka saling berjabat tangan. “oke Jody, sepertinya kau harus menghentikan minum-minummu sebelum kau terlalu mabuk untuk pulang.” Senyuman tersungging di bibir Sam. “itu urusanku, lagi pula siapa yang peduli.” “aku peduli.” Jawab Sam lalu meneguk birnya. “apa pedulimu?” Jody terlihat skeptis. “karena kau wanita, dan wanita tidak cocok mabuk-mabukan.” Jawab Sam santai. “apakah kau berharap aku akan mengajak mu bercinta karena kebaikanmu ini.” Sam memandang wajah Jody. “kau terlalu jauh. Mungkin kita harus menyalahkan alkohol untuk ini.” “sudahlah, aku sudah muak dengan kemunafikan ini.” Jody meraih tasnya, ia mengeluarkan beberapa lembar uang lalu meletakannya di atas meja. Ia berdiri, sekilas memandang Sam lalu berjalan pergi dari bar. Tetapi saat ia mencoba mendorong pintu bar, ternyata pintu itu lebih berat dari perkiraannya. Bukannya membuka pintu, ia malah terjatuh. Lagi-lagi salah alkohol. Sam dengan sigap menghampirinya, ia mengangkat tubuh Jody. “kau tidak bisa pulang dengan keadaan seperti ini. biar ku antarkan. Beritahu aku dimana apartemenmu?” Sam memanggil taksi, lalu ia dan Jody masuk ke dalam taksi. Beberapa menit kemudian taksi itu sudah sampai disebuah gedung apartemen yang cukup besar, mereka keluar dari taksi. Sam mengantar Jody hingga apartemennya, ia melempar tubuh Jody yang sudah mabuk berat ke atas tempat tidur. Jody tidak sadarkan diri malam itu.
Hari ini setelah bekerja Jody sengaja menyempatkan waktu untuk mampir ke bar itu lagi, ia berharap bertemu lagi dengan Sam. Ia ingin berterima kasih atas pertolongannya, mungkin saja semalam bisa sangat berbahaya untuknya. Suasana cukup ramai saat Jody masuk, suara tawa dari restaurant terdengar sangat keras. Tapi ia memusatkan diri ke arah bar, beberapa pria tengah duduk minum-minum. Jody mendekati mereka, ia mencoba mengingat-ngingat wajah Sam. Siapa tahu ia memang suka minum-minum disini, beberapa pria ia datangi. Ternyata memang hari itu Jody sedang beruntung, ia melihat Sam tengah duduk. Ia mengenakan kemeja biru. Jody menghampirinya. “hey wanita pemabuk.” Ujar Sam saat melihat Jody duduk di sebelahnya. “aku minta maaf tentang apapun yang terjadi semalam, aku sedang mabuk.” Jody memandangi wajah Sam. “aku tahu, kau sendiri yang bilang.” Sam memutar-mutar botol birnya. Raut wajah Jody terlihat sangat menyesal, Sam tidak dapat menahan tawanya. “baiklah Jody, kau ku maafkan. Jangan terlalu kaku seperti itu.” sebuah senyuman akhirnya mengembang di bibir Jody. “baiklah, untuk permintaan maaf. Bagaimana jika aku traktir makan malam?” “aku tidak lapar.” Sam menolak. “ayolah, kau pasti lapar. Aku tahu kau belum makan malam, aku dapat mencium bau orang kelaparan disini.” Sam tersenyum, dan berpikir sejenak. “baiklah.” Jody tersenyum. Mereka akhirnya pindah ke bagian Restaurant, dan memesan makanan. Mereka tidak henti-hentinya bercanda saat makan, banyak hal yang jadi topik pembincangan yang menyenangkan bagi mereka. untuk beberapa hal, mereka sepertinya cocok. Hingga akhirnya malam semakin larut, mereka memutuskan untuk pulang. Namun sebelum pulang, Sam memberanikan diri untuk menanyakan apakah mereka bisa bertemu lagi di sana besok? Jody senang mendengarnya, tanpa ragu ia mengatakan iya. Setelah itu mereka jadi sering bertemu di bar itu, dan Jody seperti menemukan kembali kebahagiaannya. Ia seperti mendapatkan kembali apa yang selalu membuatnya bersemangat di hari terberatnya. Adam dan Hawa.
Sudah beberapa bulan ini mereka saling bertemu, dan hubungan mereka pun semakin dekat. “bagaimana jika malam ini aku antar kau pulang, kau harus adil. Aku juag ingin melihat rumahmu sekali-kali.” Jody menggenggam tangan Sam. Sam berpikir keras. “ayolah.” Rayu Jody. “baiklah, tidak masalah.” Jody tersenyum, ia melambaikan tangan dan taksi berhenti tepat di dekat mereka berdua. Mereka naik ke taksi itu. beberapa menit kemudian taksi itu berhenti di sebuah rumah yang terlihat cukup tua, dengan keadaan yang agak berantakan dan cat yang sudah mengelupas. Halaman rumah itu juga terlihat tidak terurus, dan rumah itu punya sedikit penerangan. “rumahmu cukup menyeramkan.” Ujar Jody. “tidak, ini tidak seperti apa yang terlihat. Aku hanya tinggal sendiri, dan ini rumah warisan orang tuaku. Kau tahu berapa biaya yang diperlukan untuk perbaikan rumah? Cukup besar hingga aku harus menabung terlebih dahulu.” Sam menjelaskan. “mampirlah kapan-kapan, dan kau tidak akan berpikir rumah ini menyeramkan.” Sam mencium bibir Jody sebelum turun. Apa dia menciumku? Apa tadi benar-benar bibirnya mendarat di bibirku? Hangat dan lembut. Jody seperti melayang. “baiklah, sampai jumpa lagi.” Jody melambaikan tangannya, dan Sam masuk ke dalam rumahnya. Jody terus saja memperhatikan Sam, ia masih tidak bisa melupakan ciuman tadi. Tapi tiba-tiba semua rasa bahagianya hilang. Jody melihat sesosok wanita dengan pakaian pengantin warnah putih tergerai hingga menutupi kaki berdiri di dalam rumah Sam saat Sam membuka pintu. Tidak, pakaian pengantin yang wanita itu kenakan tidak berwarna putih, tapi berwarna merah. Seluruh tubuhnya di penuhi darah segar, terutama di bagian perut. Jody memperhatikan lebih seksama, oh tidak. Ada sebuah daging bergelantungan di perutnya. Itu bukan daging, itu isi perutnya yang terburai. Wanita itu berdiri disana, mematung. Wajahnya yang sudah membiru terlihat sangat menyeramkan, ia terus saja menatap Jody. Menatap tajam, dan menyeringai. Wajah dan tengkuk Jody tiba-tiba tegang, udara juga terasa sangat panas. Sam masuk ke dalam rumah, dan menghalangi wanita itu. namun saat Sam berbalik dan melambaikan tangan ke arah Jody, wanita itu sudah menghilang. Ia menghilang begitu saja. Jody merinding. Ia melambaikan tangannya, lalu dengan cepat menyuruh supir taksi untuk pergi. Wanita itu menghilang begitu saja, padahal ia melihat dengan mata kepala sendiri. Wanita itu berdiri di sana.
Jody masuk ke dalam rumah Sam, ternyata memang benar apa kata Sam. Rumahnya tidak seburuk apa yang terlihat, bahkan cukup menyenangkan. Bagian dalam rumah itu sangat nyaman, dengan cat krem dan beberapa sofa di ruang tamu. Rumah Sam bergaya klasik, banyak pernak pernik tua yang masih terlihat sangat baru. Ada sebuah pajangan malaikat, wanita-wanita pedesaan, dan pernak pernik hewan. Semua itu terbuat dari porselen, sangat manis. Cahaya yang redup sepertinya memang sengaja untuk membuat rumah itu terlihat hangat, mereka melewati ruang tamu menuju ruangan yang ada di bagian tengah rumah itu. “buka dulu jaketmu.” Sam membantu Jody membuka jaketnya, lalu ia menggantung jaket itu di gantungan kayu di sisi ruangan. Saat memasuki ruang tengah, Jody kaget. Di depannya berdiri sebuah meja yang cukup besar, dan sudah tertata rapih. Alas meja berwarna putih, piring-piring yang juga berwarna putih terlihat berkilauan diantara cahaya lilin. Sendok dan garpu di tata sangat manis di sisi piring, juga serbet yang dilipat dengan pola kupu-kupu. Semua tertata rapih. “kau sengaja membuat ini?” tanya Jody. “kejutan.” Sam tersenyum, lalu dengan lembut mencium pipi Jody. “duduklah dulu, aku akan ambilkan makanannya.” Sam menarik sebuah kursi lalu mempersilahkan Jody untuk duduk di atasnya. Sam pergi ke dapur selama beberpa menit, dan ketika ia keluar. Ia membawa beberapa piring lagi berisi makanan, sebuah spaghetti di mangkuk besar dan salad. Ia meletakannya di atas meja, lalu pergi lagi. Saat kembali ia membawa dua buah gelas besar dan sebotol anggur. Sam meletakan beberapa sendok spagetti di piring Jody, dan menuangkan anggur di gelasnya. Makan malam itu sangat sempurna, spaghetti buatan Sam ternyata cukup enak. Jody merasa sangat tersanjung dengan usaha Sam. Ia hanyut akan suasana malam itu, mereka berdua hanyut dalam suasana malam itu. walaupun makan malam sudah selesai, tapi mereka tidak beranjak dari meja. Mereka terus saja berbincang dan menenggak anggur. Hingga akhirnya anggur itu habis. “biar ku ambilkan lagi, aku masih menyimpan beberapa di ruang bawah tanah. Tunggu saja.” “baiklah.” Jody menjawab dengan nada suara yang halus, lalu Sam mengecup lagi bibirnya. Mereka berdua benar-benar mabuk kepayang. Sam pergi ke ruang bawah tanah untuk mengambil anggur, sedangkan Jody hanya memutar-mutar garpu di atas piring.
Jody mendengar suara piring beradu, tapi tidak terlalu keras. Ia tidak mengubrisnya, ia masih saja memainkan garpunya. Tapi saat Jody mengangkat kepalanya, dadanya seakan terbakar. Ia tidak duduk sendiri, empat orang wanita duduk di kursi kosong di sisi kanan dan kirinya. Keempat wanita itu terlihat sangat pucat, bahkan wajah mereka sudah membiru. Beberapa diantara mereka memiliki luka lebam yang sudah menghitam di wajah mereka, dan baju yang mereka kenakan sudah sangat kotor. Penuh bercak darah. Yang lebih menyeramkan adalah wanita-wanita itu tidak memiliki organ yang utuh. Salah satu diantara mereka tidak memiliki tangan, tangannya seperti diamputasi dengan kasar dan terus mengeluarkan darah. Seorang wanita tidak memiliki jantung, dadanya rusak. Seperti di cabik. Seorang lagi tidak memiliki rambut, kepalanya seperti di robek. Hanya menyisakan kulit kepala yang terkoyak, kulit kepala yang kemerahan. Jody juga menyadari bahwa wanita yang terakhir hanya memiliki separuh tubuh, sedangkan separuh tubuhnya hilang. Kulit wajahnya juga hilang, seperti dikuliti dengan kejam. Seluruh wanita itu menatap Jody  tajam, mereka menggeram marah. mereka siap mencekik atau menguliti Jody. “Sam dimana kau, kembalilah. Tolong aku.” Jody ingin sekali berteriak, tapi bibirnya kelu. Ia mendorong tubuhnya dari meja, hingga terjatuh ke belakang. Ia mencoba melarikan diri ke lantai dua, anak tangga yang ia naiki berdebam saat kakinya melangkah dengan keras. Ia masuk kedalam kamar yang pertama ia temui saat sampai di lantai dua, ia langsung menutup pintu.  keras. Lalu menguncinya. Ia membalikan tubuhnya dan melihat ruangan apa yang ia masuki. Ternyata itu adalah kamar tidur, beruntunglah Jody. Tapi ada yang aneh dengan kamar itu, suhunya sangat dingin. Bahkan lebih dingin dari pendingin ruangan manapun, kamar ini dapat membuat orang beku dalam beberapa jam. Seperti lemari pendingin untuk daging hewan, sangat dingin. Kamar itu terlihat rapih, beberapa pita putih terlihat menggantung di langit-langit. Sebuah tempat tidur cukup besar berada di sisi belakang kamar, tempat tidur dengan penyangga yang cukup megah. Seprainya yang putih, dan beberapa tirai yang bergelantungan diantar tiang-tiang tempat tidur itu menambah kesan mewah.
Di dinding kamar itu juga banyak foto-foto yang sengaja di pasang, beberapa berukuran cukup besar. Foto-foto itu seperti foto pernikahan, seorang pria dan wanita mengenakan pakaian pernikahan. Mereka tersenyum bahagia, si pria dan si wanita. Tapi Jody sepertinya mengenal sosok pria itu, mengenal dengan baik. Pria itu adalah Sam, ya itu Sam. Hanya saja terlihat jauh lebih muda, dan wanita itu adalah…. wanita yang ia lihat di depan pintu rumah ini. iya, itu adalah wanita yang Jody lihat malam itu. hanya saja pakaian pengantinnya tidak penuh darah, dan perutnya tidak terburai. Jody merasa pening, ia kehilangan keseimbangan. Ia berusaha mencari pegangan, Jody berpegangan pada sebuah meja dengan beberapa laci di bawahnya. Meja itu diletakan di dekat pintu, Jody berpegangan erat pada meja itu. banyak sekali kertas-kertas berserakan di atas meja, beberapa kertas dari rumah sakit. Seperti laporan kesehatan atau semacamnya, Jody mengambil beberapa lalu membacanya. Itu memang laporan kesehatan, atas nama Maria. Laporan itu adalah laporan perkembangan sel kanker yang semakin parah, Jody berusaha membacanya lagi. Kanker darah. Saat Jody tengah membaca, tiba-tiba ia mendengar suara benda jatuh dari arah tempat tidur. Jantung Jody berdetak cepat, napasnya berat. Bahkan di kamar sedingin itu Jody masih saja berkeringat, ia benar-benar tegang. Perlahan-lahan Jody melangkahkan kakinya ke tempat tidur itu, ia melirik untuk melihat apa yang ada di atasnya. Jody kembali merasa pening di kepalanya, darahnya juga terpompa sangat cepat.
“Kau sudah bertemu Maria? Wanita yang sangat aku cintai seumur hidupku. Aku dan Maria bertemu saat sekolah menengah, saat melihat senyumnya aku tahu bahwa aku jatuh cinta padanya.” Sam melirik ke arah Jody. “kami benar-benar saling mencintai saat itu, bahkan aku melamarnya saat lulus sekolah menengah. Orang tuaku menghadiahi rumah ini untuk ku setelah kami menikah.” Sam mendekati Jody yang terus saja mencoba membuka tali ikatannya. “kami sangat bahagia, kami menikmati setiap tahun pernikahan kami. Tapi saat itu aku sangat sibuk, hingga aku tidak memperhatikannya. Maria yang malang, Maria yang aku sayangi.” Sam menerawang, pikirannya melayang ke masa lalu. “harusnya saat ia pertama kali mengeluhkan sakit, aku membawanya ke rumah sakit. Bukannya sibuk bekerja, aku masih sangat muda. Aku tahu kami membutuhkan banyak uang, tapi tentu uang bukan segalanya. Aku tidak menyadari itu.” mata Sam berkaca-kaca. Setetes air mata jatuh. “hingga akhirnya Maria divonis mengidap kanker darah. Aku sudah menyuruh dokter mengobatinya, berapapun biayanya. Tapi mereka malah mengangkat bahu mereka, dan mengatakan kanker itu sudah parah. Maria tidak tertolong lagi.” Seketika wajah Sam terlihat sangat marah. “dokter-dokter bodoh itu tidak dapat menolong Maria, mereka membiarkan wanita yang aku cintai mati.” “jika mereka tidak dapat memperbaiki Maria, aku yang akan memperbaikinya.” “aku tidak akan membiarkan mereka mengubur Mariaku, oleh karena itu aku membawanya pulang. Memakaikannya baju pengantin kami, ia bahkan masih terlihat cantik. Kami masih mengabiskan waktu bersama-sama setiap malam.” Sebuah senyuman mengambang di bibir Sam. “hingga akhirnya Mariaku mulai membusuk, setiap organ tubuhnya mulai hancur. Aku membeli banyak sekali pendingin ruangan untuk menjaganya, tapi tidak berguna. Hingga akhirnya aku menyadari bahwa aku harus mencarikan organ baru untuk mariaku.” Jody menelan ludahnya, tenggorokannya seperti tercekik saat mendengar itu. “mereka adalah wanita-wanita yang sudah baik hati menyumbang, obat bius membuat mereka baik hati.” Sam melanjutkan. “dan saat aku bertemu kau di bar itu, aku baru menyadari bahwa kau mempunyai mata yang sama dengan Maria. Kau sangat cocok jadi pendonor mata untuknya.” Sam mengangkat tangannya, ia sudah menggenggam sebuah pisau bedah berwarna perak. Terbuat dari stainless, dan sangat tajam. Dapat merobek kulit manusia dengan satu sayatan. “kau adalah pendonor mata untuk Mariaku, terima kasih Jody.” Sam mendekati Jody, ia memegangi kepala Jody. Ia mengarahkan pisau itu ke mata Jody, begitu dekat dengan bola matanya. Jody dapat melihat mata pisau itu, sangat tajam. Jody berusaha berontak, tapi dengan ikatan di tubunya dan tangan Sam yang menahan kepalanya, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Pisau itu mulai menyayat kantung mata Jody, Jody meraskan perih yang menyengat. Darah mulai mengalir dari luka sayatan itu, darah yang terasa panas di wajah Jody.

2 komentar: